Kelompok
Dwi Kartika Harahap (11-019)
Oktavia Rizky Rosayanti Putri (11-015)
Rizky Hasanah (11-029)
Anak-anak usia dini
hidup dalam dunia bermain. Meskipun demikian,tak ada salahnya jika
orang tua memiliki rancangan bahan atau materi untuk mengisi hari-hari
mereka. Hal yang pasti, kurikulum untuk anak usia dini haruslah sangat
fleksibel, sesuai dengan kemampuan dan minat anak.
Kelas-kelas prasekolah seperti Play Group (PG) atau Taman Kanak-Kanak (TK) pasti memiliki kurikulum dan target-target, namun karena tuntutan aturan formal, mau tidak mau guru akan menilai perkembangan anak secara kasar, berdasarkan akumulasi kemampuan yang dikuasai anak selama kurun waktu tertentu. Jelas penilaian itu tidak valid, karena ketika guru memasuki kurikulum mewarnai misalnya, beberapa anak mungkin belum siap dengan fase itu. Mereka mungkin menolak untuk melakukannya atau hanya membubuhkan satu coretan pendek di kertasnya, karena dia memang belum berminat.
Kelas-kelas prasekolah seperti Play Group (PG) atau Taman Kanak-Kanak (TK) pasti memiliki kurikulum dan target-target, namun karena tuntutan aturan formal, mau tidak mau guru akan menilai perkembangan anak secara kasar, berdasarkan akumulasi kemampuan yang dikuasai anak selama kurun waktu tertentu. Jelas penilaian itu tidak valid, karena ketika guru memasuki kurikulum mewarnai misalnya, beberapa anak mungkin belum siap dengan fase itu. Mereka mungkin menolak untuk melakukannya atau hanya membubuhkan satu coretan pendek di kertasnya, karena dia memang belum berminat.
Di sinilah peran
orang tua sangat dibutuhkan. Tak peduli apakah anak-anak masuk TK
ataupun tidak, tugas orang tua-lah untuk memahami anak-anaknya dengan
baik, sehingga tahu kapan harus memperkenalkan sebuah keterampilan,
kapan harus menundanya, kapan harus memacunya lebih kencang, dan
bagaimana membuat anak menjadi tertarik untuk mempelajari sesuatu tanpa
harus dipaksa oleh waktu dan penilaian pihak lain.
Pendidikan sungguh
jauh melampaui batas-batas nilai kuantitatif seperti diterapkan di
sekolah. Pendidikan adalah rangkaian proses belajar untuk menjadi
manusia yang terus tumbuh, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.
.
Menyusun kurikulum
untuk anak usia dini berarti siap mengikuti irama mereka dan siap untuk
melangkah lebih jauh saat mereka berminat untuk tahu lebih banyak.
Ketika anak-anak diperkenalkan tentang kuda misalnya, bisa jadi rasa
ingin tahu mereka berkembang, ingin tahu tentang makanannya, di mana
tidurnya, dan mungkin ingin mencoba menaikinya dan mengoleksi
gambar-gambarnya.
Adapun secara
terstruktur, ada banyak model kurikulum anak usia dini yang telah
dikembangkan di dunia. Kurikulum Montessori adalah salah satu di
antaranya. Model ini cocok bagi mereka yang senang dengan keteraturan
dan mengharapkan anak-anak juga bersikap teratur dan runut. Sebuah buku
berjudul Montessori untuk Prasekolah yang disusun oleh seorang praktisi kurikulum Montessori bernama Elizabeth G. Hainstock dan diterbitkan edisi terjemahannya oleh penerbit Delapratasa Publishing, bisa menjadi pilihan untuk mengetahui lebih detail kegiatan-kegiatan ala Montessori.
Melalui buku tersebut
akan kita temukan bahwa model Montessori lebih banyak mempergunakan
perabotan rumah tangga sebagai media dan mempergunakan kegiatan rutin
sehari-hari di rumah sebagai aktivitas belajar.
Temuan tentang multi kecerdasan oleh Howard Gardner
juga bisa menginspirasi kita untuk menyusun kurikulum. Delapan bahkan
sembilan jenis kecerdasan versi Gardner, yaitu: kecerdasan bahasa,
logika-matematika, visual-spasial, fisik, interpersonal, intrapersonal,
musikal, natural, dan spiritual bisa dijadikan acuan untuk memilih
ragam kegiatan belajar-bermain di rumah.
Buku yang ditulis
Thomas Amstrong berjudul Sekolah Para Juara mencoba menjabarkan konsep
multi kecerdasan tersebut dalam konteks sekolah formal untuk anak-anak
yang lebih besar. Namun bukan tidak mungkin hal itu bisa menginspirasi
para orang tua yang memiliki anak usia dini untuk menerapkan jalan
pikiran Amstrong ke dalam konteks belajar anak usia dini di rumah.
Kurikulum berdasarkan Perkembangan Anak
Perkembangan anak
secara umum ternyata bisa diukur dengan beberapa ukuran berikut:
perkembangan fisik motorik, perkembangan kognitif, perkembangan moral
& sosial, emosional, dan komunikasi (Slamet Suyanto, Dasar-dasar
Pendidikan Anak Usia Dini:192. Penerbit: Hikayat Publishing. Yogyakarta)
Kita bisa menciptakan kurikulum dengan mengacu pada teori tersebut. Berikut gambaran kasar kurikulum yang mungkinditerapkan:
Perkembangan fisik motorik
Perkembangan fisik motorik
- Motorik Kasar: Berlari, memanjat, menendang bola, menangkap bola, bermain lompat tali, berjalan pada titian keseimbangan, dll.
- Motorik Halus:
Mewarnai pola, makan dengan sendok, mengancingkan baju, menarik
resluiting, menggunting pola,menyisir rambut, mengikat tali sepatu,
menjahit dengan alat jahit tiruan, dll.
- Organ
Sensoris:Membedakan berbagai macam rasa, mengenali berbagai macam bau,
mengenali berbagai macam warna benda, mengenali berbagai benda dari
ciri-ciri fisiknya, mampu membedakan berbagai macam bentuk, dll.
Perkembangan Kognitif
Misalnya: mengenal
nama-nama warna,mengenal nama bagian-bagian tubuh, mengenal nama
anggota keluarga,mampu membandingkan dua objek atau lebih, menghitung,
menata, mengurutkan; mengetahui nama-nama hari dan bulan; mengetahui
perbedaan waktu pagi, siang, atau malam; mengetahui perbedaan kecepatan
(lambat dan cepat); mengetahui perbedaan tinggi dan rendah, besar dan
kecil, panjang dan pendek; mengenal nama-nama huruf alfabet atau
membaca kata; memahami kuantitas benda, dll.
Perkembangan Moral dan social
Misalnya: Mengetahui
sopan santun, mengetahui aturan-aturan dalam keluarga atau sekolah jika
ia bersekolah, mampu bermain dan berkomunikasi bersama teman-teman,
mampu bergantian atau antre, dll.
Perkembangan Emosional
Misalnya: Menunjukkan
rasa sayang pada teman, orang tua, dan saudaranya; menunjukkan rasa
empati; mengetahui simbol-simbol emosi: sedih, gembira, atau marah dan
mampu mengontrol emosinya sesuai kondisi yang tepat.
Perkembangan Komunikasi (Berbahasa)
Misalnya: Mampu
mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata,mampu melafalkan kata-kata
dengan jelas (bisa dimengerti oleh orang lain).
Begitu beragam model
kurikulum yang ada. Mau pilih yang mana? Mengumpulkan sebanyak mungkin
sumber dan memilahnya sesuai kekhasan keluarga masing-masing adalah
cara paling baik agar kita memiliki bahan yang lebih kaya untuk
anak-anak kita.
sumber
http://ict.unimed.ac.id/belajarbareng/repositori/fip/paud/304-pengaruh-pendidikan-anak-usia-dini-paud-terhadap-kemampuan-anak-dalam-bersosialisasi-di-sdn-5-sukajawa-bandar-lampung-tahun-20082009-abstrak-pendidikan-anak-usia-dini-merupakan-suatu-upaya-pembinaan-yang-ditujukan-kepada-anak-usia-dini.html
Makasih sudah berbagi ilmu ..............................
BalasHapusbisnistiket.co.id